18 Juni 2013

Kehadiran waisak dalam semangat muda

Panitia waisak

Persembahan buah

Waisak merupakan salah satu hari raya umat Buddha. Waisak memperingati tiga peristiwa penting yaitu lahirnya Pangeran Siddharta, Pertapa Gotama mencapai penerangan sempurna dan Sang Buddha parinibana. Biasanya hari raya dirayakan dengan meriah, namun suatu organisasi kerohanian buddhis di Universitas Gunadarma, yang menamakan diri mereka sebagai PMBG (Persaudaraan Mahasiswa Buddhist Gunadarma), hari Sabtu kemarin 15/06/2013 telah mengadakan sebuah acara sederhana untuk memperingati hari raya ini. Acara tersebut diadakan pada Wisma Sangha Theravada Indonesia yang beralamat dI Jalan Margasatwa No. 9 Pondok Labu, Jakarta. Acara tersebut berlangsung dari jam 10.00 sampai dengan 13.00.

Acara ini diisi dengan kegiatan prosesi, puja bakti, ceramah dari seorang biksu, pembagian doorprize dan ditutup dengan acara sulap yang menakjubkan. Semua panitia yang bekerja keras demi melangsungkan acara tersebut merupakan mahasiswa-mahasiswi Universitas Gunadarma, dan beruntungnya saya merupakan salah satu di antara mereka. Dalam acara ini saya berpartisipasi dalam tim prosesi yang bertugas mengantarkan persembahan puja bakti.

Persembahan sebenarnya hanya merupakan suatu perlambang dari sifat-sifat kehidupan di dunia ini. Contohnya saja persembahan bunga, yang merupakan lambang dari ketidakkekalan, karena umat buddha percaya bahwa tak ada satu pun yang kekal di dunia ini kecuali nibbana. Bunga yang sebegitu indah wujudnya pun akan layu, begitu juga tubuh manusia yang juga dapat mengalami penuaan dan kehancuran.

Tidak banyak orang yang menghadiri acara ini, mungkin karena lokasinya yang tidak terlalu dikenal banyak orang, atau juga mungkin karena penyebaran undangan yang tidak terorganisir dengan baik, namun acara ini berjalan dengan lancar. Kelancaran acara merupakan kebanggaan panitia, karena kerja keras mereka tidaklah sia-sia. Lagi pula menurut saya waisak tidak memerlukan sesuatu yang meriah, cukup diperingati dengan sederhana dan bermakna.

Semangat Bapak Sutojo

Bapak Sutojo adalah seorang guru les bahasa inggris di daerah gunung putri, tepatnya jalan Binamarga X nomor 61 dengan nama tempat lesnya yaitu 03's English Course. Tempat kursus ini dibangun pada tanggal 9 september 1997 dengan motto “Building Better English”. Di daerah ini bapak Sutojo mengajar murid – muridnya dengan amat semangat sekali di usianya yang sudah 74 itu Kemampuan bahasa inggris yang ia miliki pun sangat baik sekali.

Karena tempat les ini pada awalnya dibuka dengan tujuan untuk ibadah, maka di tempat les ini setiap murid hanya di kenai biaya 10rb/ bulan. Mungkin ini termasuk salah satu tempat les bahasa inggris termurah di Dunia, belum pernah kita jumpai sebelumnya. Bahkan hebatnya lagi, di tempat les ini dengan biaya yang murah juga tidak kalah dengan tempat les lainnya. Kita dapat mengikuti les setiap hari jika kita mau, bergabung dengan kelas lain, bahkan mengikuti berbagai macam fasilitas lainnya seperti toefl dan tes lainnya tanpa menambah biaya sepeserpun.

Pak toyo, itulah panggilan yang kerap kali disebut murid – muridnya ketika memanggil seseorang yang lahir di jawa tengah ini pada tahun 1939 silam. Ia lahir di sebuah desa yang jauh dari tempat sekolahnya, yaitu sekitar 20km. namun karena keinginannya untuk bersekolah sangat tinggi maka jarak bukan berarti untuknya. Ia menempuh jarak sekitar 40km untuk 1 hari pulang pergi sekolah dengan berjalan kaki, karena faktor biaya dan kendaraan yang tidak ada di desanya tersebut. Kemudian karena tidak mempunyai jam dinding satupun ditempatnya, maka ia pun berjalan saat ayam mulai berkokok untuk mencapai sekolahnya yang masuk pada pukul 7 pagi. Perkiraan ayam berkokok adalah jam 3 pagi, jadi kita bisa tau berapa jam ia menuju sekolahnya untuk memperoleh ilmu. Berjalan kaki adalah hal yang biasa untuknya karena dalam kurun waktu 12 tahun pendidikan dia selalu menempuh jarak tersebut.

Ditahun 1960an pak toyo sudah pindah kejakarta untuk melanjutkan pendidikannya di peguruan tinggi dengan beasiswa yang ia dapatkan. Dia lulus dengan kurun waktu yang sangat cepat, yakni 3,5 tahun dibanding rata rata kelulusan saat itu sekitar 6-7 tahun. Ia mendapat gelar sarjana muda dengan segala prestasinya, dan mengikuti kursus di LIA sampai lulus dan mendapat tes toefl dengan score 513 sehingga dia di percaya oleh Indonesia untuk membantu Malaysia dari serangan inggris dalam aksinya yang dikenal Ganyang Malaysia.

Selain pernah pergi ke Malaysia, beliau pun pernah mengunjungi beberapa Negara lainnya. Salah satunya adalah Jepang. Semua Negara yang pernah ia kunjungi adalah demi tugas dan tidak pernah mengeluarkan biaya sedikitpun, bahkan dia dibayar untuk hal itu.

Saat ini keluarga bapak sutojo hidup sederhana ditemani cucu – cucunya dan ribuan muridnya. Sedangkan anaknya sendiri mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Korea. Beliau merasa sangat senang sekali jika murid – muridnya belajar dengan giat dan mengikuti beberapa kelas sekaligus. Karena menurut dia, semakin banyak ia mengajar maka ia semakin senang dan bersemangat serta mendapatkan banyak pahala.

16 Juni 2013

Masih Cukupkah Waktuku

Terkadang ketika tak sengaja tatapanku tertuju padanya. 
Aku melihat sorot mata yang kosong, penuh kebingungan dan tanda tanya. 
Aku menemukan dingin tubuhnya seakan membeku dalam kebisuan. 
Tangan yang gemetar mencoba mengangkat secangkir kopi hangat di atas meja. 
Oh tidak, aku ingin menangis. 
Mungkin berlari dan menangis. 
Tapi kemana kakiku harus melangkah. 
Kurasakan tulang-tulangku lunglai. 
Tak sanggup lagi menopang berat tubuhku. 
Aku berharap tak tejatuh di depannya dan membuat dia tersadar aku tengah menatapnya. 
Rambutnya yang semakin memutih entah menunjukan usianya atau penderitaannya. 
Mengapa aku harus tak seberguna ini. 
Membuatnya tersenyum saja aku tak sanggup. 
Dan hatiku selalu bertanya, masih cukupkah waktuku untuk membuatnya bahagia walau hanya dengan seulas senyum.