14 November 2012

PBB Desak Indonesia Hapus Diskriminasi Agama


TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Tinggi (High Commissioner) Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Navanethem Pillay menyatakan prihatin atas sejumlah kasus diskriminasi agama diIndonesia. Ia mendesak pemerintah untuk mencabut sejumlah undang-undang yang meruncingkan diskriminasi.
»Prinsip fundamental dalam hak asasi manusia internasional adalah nondiskriminasi. Ini berlaku di semua bidang bagi semua orang,” kata Navanethem dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 13 November 2012.
Peraturan yang dinilai menyokong diskriminasi, antara lain, Undang-Undang Penistaan Agama bikinan 1965, Keputusan Menteri 1969 dan 2006 mengenai pembangunan rumah ibadah, dan Keputusan Bersama Menteri 2008 mengenai Ahmadiyah.
Selama di Indonesia, Navanethem bertemu dengan kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi. Di antaranya, jemaat GKI Yasmin Bogor, HKBP Filadelfia Bekasi, warga Syiah, dan penganut Ahmadiyah. Ia prihatin polisi gagal memberikan perlindungan kepada korban.
"Prinsip fundamental tadi bisa hilang jika tindakan tegas tak diambil. Padahal, Undang-Undang Dasar Indonesia menjunjung prinsip ini dengan menyatakan setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih dan melaksanakan ibadat sesuai agamanya,” ujar perempuan yang disapa Navi ini.
Dalam kasus GKI Yasmin misalnya, Navi menyatakan aparat di Bogor tak menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk membuka kembali gereja. »Saya berbicara sebagai seorang mantan hakim,” kata dia. Hingga kini, jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia memang belum bisa beribadah. Gereja mereka digembok dan niat mereka beribadah pun dihadang massa intoleran.
Pada kasus Ahmadiyah, dalam perayaan Idul Adha lalu, polisi yang hadir malah mendesak para Ahmadi untuk meneken kesepakatan supaya tak melaksanakan ibadah Idul Adha. Alasannya, demi ketertiban umum.
Navi mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan seluruh kasus tadi. »Isu-isu kekerasan dalam komunitas memang tidak mudah untuk diselesaikan. Namun, saya prihatin atas pernyataan-pernyataan para pejabat yang mendukung diskriminasi agama,” katanya.

referensi : http://id.berita.yahoo.com/pbb-desak-indonesia-hapus-diskriminasi-agama-151620070.html

OPINI : dalam kasus ini saya melihat presiden kurang tegas dalam hal agama, padahal pancasila pertama kita adalah KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dan setiap warga negara WAJIB mempunyai agama, tapi kalau tempat ibadah saja tidak bisa dipakai. Bagaimana kita ingin memeluk atau menganut agama sesuai kepercayaan kita?
Saya berharap pemerintah tegas, setegas- tegasnya terhadap masalah ini. Karena sangat banyak sekali pihak yang dirugikan. BUKA lagi tempat ibadah yang telah ditutup tersebut
terima kasih

6 November 2012



TKI juga dipajang dan 'dijual' di mal Singapura


MERDEKA.COM, Belum surut ingatan publik Indonesia terhadap iklan TKI on Sale di Malaysia, kini kasus serupa terjadi di Singapura. Di negara itu, tepatnya di Bukit Timah Plaza Singapore, ditemukan banyak tabung reklame neon tentang penjualan pekerja rumah tangga asal Jawa.

Hal itu disampaikan anggota DPR, Eva Kusuma Sundari, yang mendapat informasi dari seorang warga negara Indonesia (WNI) di Negeri Singapura itu, Senin (5/11).

"Tidak saja info yang diiklankan dan CV masing-masing TKW yang ditempel di kaca, tetapi para TKW ini diberi seragam dan diminta duduk berjajar layaknya barang dagangan dipajang untuk dipilih para pembeli," kata Eva dalam siaran pers.

Eva mengatakan, iklan tersebut juga memuat sistem 'pembelian' TKW asal Jawa dengan cara tidak memberi gaji selama enam bulan.

"Ini menyedihkan, karena di UEA (Uni Emirat Arab) sendiri pemerintahnya melarang potongan gaji tiga bulan sekali pun. Celakanya, cara 'menjual' TKW Jawa yang demikian ini dilakukan oleh banyak agensi di mal-mal seantero Singapura," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Menurut Eva, cara 'penjualan' TKW di mal Singapura ini nyaris mendekati penjualan budak di zaman pertengahan. Hal ini lebih tragis dari Malaysia dan Yordania yang iklannya berupa selebaran-selebaran sembunyi.

"Bedanya (di Singapura) adalah adanya unsur sukarela dari TKW dan ada keterlibatan (kelalaian) negara (pengirim maupun penerima) di dalamnya," ujar dia.

Eva menyayangkan penjualan TKW di Singapura tersebut. Ketika semua negara sepakat menghapus perbudakan, kata dia, praktik komodifikasi manusia justru berlanjut dengan kemasan lebih modern, seperti di mal-mal.

"Bagaimana sistem hukum di dua negara yang pasti antiperbudakan rawan dibobol? Di tanah air sendiri, bagaimana TKW-TKW ini diberangkatkan tanpa job order?" kata Eva.


referensi : http://id.berita.yahoo.com/tki-juga-dipajang-dan-dijual-di-mal-singapura-093909923.html


opini : Agar bangsa kita (TKI) tidak dihina diluar negeri, tolong para pejabat, anggota DPR, Parpol, dan sebagainya yg digaji oleh rakyat. JANGAN MELAKUKAN KORUPSI, MENGGEROGOTI dana APBN/APBD, sehingga rakyat kecil terpaksa jadi TKI di luar negeri akibat sumber daya yang ada di negara ini diambil secara SERAKAH oleh beberapa pejabat & keluarganya sehingga rakyat tidak mendapatkan KEADILAN! jangan hanya bicara di Media untuk mengatasi masalah ini. Mulailah dari diri sendiri